Saturday, November 17, 2012


Pengauditan dengan Sistem Informasi dalam mengatasi kelemahan kurangnya pengawasan Bank BII
(Akhmad Nurismarsyah - detikfinance
Selasa, 28/06/2011 18:08 WIB /detik.com)

Jakarta - Direktorat Pengawasan Bank di Bank Indonesia (BI) masih kekurangan personel untuk mengawasi kegiatan perbankan di Indonesia. Akibatnya, kelemahan pengawasan masih terjadi. Demikian disampaikan Direktur Direktorat Pengawasan Bank II, Endang Sedyadi dalam diskusi yang diadakan di kantornya, Jakarta, Selasa (28/6/2011). "Bicara kelemahan, kita memang tidak bleh Jumawa (sombong). Memang kita ada kelemahan, karena bank yang kita awasi ada 121 bank. Itu belum kantor cabang yang banyak di Indonesia," akunya.Endang juga menambahkan, kelemahan pengawasan disebabkan karena keterbatasan sampling bank yang diawasi. Selain itu, rasio antara jumlah pegawai pengawasan dengan jumlah bank dan kantor cabang yang diawasi. "Dibandingkan dengan Jerman, kita masih kalah jauh antara jumlah pengawasannya dan bank," timpalnya. "Kita sempat terkendala juga dengan penambahan pegawai karena adanya OJK (Otoritas Jasa Keuangan). Jumlah kita kurang untuk mengecek ke bank. Karena ada yang bilang kan nanti sudah ada OJK? Jumlah kita kurang, jadi jangkauan kita terbatas," terang Endang. Endang menjelaskan, kebutuhan pegawai di Direktorat Pengawasan Bank (3 direktorat pengawasan bank) sejumlah 180, jadi masing-masing direktorat ada 60 pengawas. Juga untuk pengawasan bank syariah dan BPR masing-masing 60 pengawas.
"Namun masalahnya bukan terhambat karena OJK, tapi ada kecenderungan pengalihan di situ," katanya. Aspek pengawasan dalam bank menurutnya sangatlah rumit. Direktorat pengawasan bank dituntuk untuk memahami bank, bisnis bank, seluk beluk bank, kondisi finansialnya, neraca rugi laba, kreditnya, debiturnya, dan harus lebih dulu dari kemajuan bank. "Idealnya, kita butuh banyak pengawas, jadi dihitung berdasarkan rasio beban tugasnya mengingat kompleksitas bisnis si bank," ujar Endang

BI : Internal Audit Tak Bisa Di-outsourcing

Yuni Astutik - Okezone
Kamis, 23 Juni 2011 13:40 wib
JAKARTA - Bank Indonesia (BI) menegaskan fungsi internal audit di perbankan tidak bisa diberikan kepada pihak ketiga (outsourcing).
"Audit tidak boleh di-outsource. Memang selama ini tidak ada, tapi lebih dipastikan lagi," ujar Kepala Biro Direktorat Penelitian dan Pengaturan Perbankan BI Irwan Lubis saat ditemui disela acara musyawarah nasional dan pemilihan pengurus IAIB di Hotel Ritz Carlton, Jakarta, Kamis (23/6/2011).
Saat ini, perbankan meminta kepada BI untuk menjelaskan posisi mana saja yang bisa menggunakan pihak ketiga. Memang saat ini tengah dilakukan penggodokan untuk masalah tersebut dan diharapkan tahun ini rampung.
"Untuk audit internal harus dari bank itu nanti akan dimasukkan ke PBI. Audit internal itu kan dari pelaksanaan fungsi manajemen," terangnya lagi.
Terakhir, Irwan menyatakan jika audit dalam industri perbankan memang penting. "Audit intern harus ada, dan harus bekerja dengan baik. Selain audit, edukasi kepada costumer juga penting," pungkasnya. (wdi)


BI Akui Banyak Bank Dibobol Karena Pengawasan Internal Memble
Herdaru Purnomo - detikfinance
Rabu, 22/06/2011 11:16 WIB
Jakarta - Bank Indonesia (BI) mengakui banyaknya kasus fraud atau pembobolan bank akhir-akhir ini disebabkan karena lemahnya pengawasan internal. Bank sentral meminta bank untuk introspeksi serta membenahi pengendalian internal dengan mengoptimalkan manajemen risiko.

"Kasus-kasus yang terjadi merupakan kesempatan perbankan Indonesia untuk introspeksi untuk menyempurnakan pengawasan ke arah yang lebih berbasis risiko. Juga fokus pada aspek kepatuhan dan fungsional terutama risiko operasional untuk memitigasi risiko termasuk internal auditor," ujar Deputi Gubernur Bank Indonesia Halim Alamsyah disela diskusi mengenai banking efficiency award 2011 di Hotel Nikko, Jakarta, Rabu (22/6/2011).

Dicontohkan Halim, beberapa kasus besar industri perbankan global misalnya saja di Singapura beberapa waktu lalu juga dikarenakan lemahnya pengawasan internal dan level top manajemen. Kasus di Indonesia, sambung Halim tidak jauh dari hal tersebut dimana terdapat beberapa kelemahan.

"Antara lain level top manajemen dalam melakukan review secara berkala terhadap kebijakan sistem prosedur SOP dan pengendalian internal, kemudian pengawasan internal yang kurang optimal serta adanya kelemahan implementasi kebijakan sistem dan prosedur serta SDM yang kurang menjalankan prinsip Know Your Employee," paparnya.

"Ditambah ada beberapa pejabat yang kelewat batas dengan dapat mudahnya memodifikasi data nasabah yang tidak diketahui pimpinan bank sehingga terjadi penarikan tanpa diketahui," imbuh Deputi Bidang Pengawasan BI ini.

Maka dari itu, Halim menyampaikan BI akan menyempurnakan sejumlah aturan untuk memperkuat good corporate governance dalam melindungi kepentingan nasabah dan industri perbankan. Aturan yang digodok antara lain menyempurnakan kontrol internal yang efektif, ketersediaan standard operational procedure yang memadai dan mendorong pengawasan aktif dari direksi dan komisaris.

Selain itu, bank sentral juga akan menyempurnakan pengawasan dengan penguatan fungsi Direksi Kepatuhan yang lebih optimal dan satuan kerja audit internal dan manajemen risiko yang dapat beroperasi secara independen.

"Semuanya itu antara lain lapisan pertahanan pertama pada bank kalau semuanya dilakukan dapat mengurangi risiko operasional," ujarnya.

Disamping pengguatan GCG di internal bank, menurut Halim, bank sentral juga akan mendorong pengawasan masyarakat dan kantor akuntan publik yang mengaudit bank. "Ini merupakan lapisan kedua sehingga ada jaminan yang baik terhadap perlindungan dana nasabah dan bank itu sendiri sebagai industri," ujarnya.

Buntut Kasus Citibank, DPR Minta BPK Audit Investigasi BI

Jakarta - DPR-RI melalui Komisi XI meminta Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) untuk melakukan audit investigasi khusus kepada Bank Indonesia (BI) bidang pengawasan perbankan. Hal tersebut dilakukan terkait adanya kasus pembobolan dana nasabah dan meninggalnya nasabah Citibank Irzen Octa dan pembobolan dana nasabah oleh Malinda Dee yang ditengarai akibat lemahnya pengawasan BI.

"BI sendiri dinilai ada kelemahannya, maka kita minta BPK audit investigasi di bidang pengawasan Bank Indonesia," ujar Wakil Ketua Komisi XI DPR RI Harry Azhar Azis ketika berbincang dengan detikFinance di Jakarta, Jumat (8/4/2011).

Menurut Harry, hal tersebut sudah dirumuskan dan menjadi salah satu poin rekomendasi yang akan disampaikan siang ini (8/42011) di depan pihak Bank Indonesia dan Citibank. "Kita sampaikan nanti siang hasil rekomendasinya," ungkap Harry.

Sebelumnya Ketua Komisi XI Emir Moeis menyampaikan beberapa poin lain yang masuk dalam rekomendasi DPR kepada BI, Citibank dan Kepolisian.

Berikut beberapa rekomendasi DPR sebagaimana disampaikan Emir. :

Komisi XI meminta sanksi yang tegas kepada Bank Indonesia untuk Citibank sesuai dengan peraturan yang ada.


  • Jasa pihak ketiga yakni penagih hutang (debt collector) harus menjadi bagian dari perusahaan, tidak boleh outsourcing. Untuk semua perbankan yang megeluarkan kartu kredit.
  • Dalam kaitan pembobolan, Komisi XI meminta BI melakukan evaluasi kinerja atas Deputi Gubernur BI bidang Pengawasan Perbankan.
  • Komisi XI meminta agar ada keterlibatan Pusat Pelaporan Analisis danTransaksi Keuangan (PPATK) dan Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) untuk mengusut tuntas kasus pembobolan di perbankan di Citibank maupun dibank lain.
  • Komisi XI Meminta kepolisian untuk memeriksa sampai tuntas kasus pembobolan dan dugaan kekerasan di Citibank Indonesia.

Seperti diketahui, dua kasus yang membeli Citibank membuat bank yang bermarkas di AS ini dipanggil DPR. Dua kasus yang menggegerkan adalah penggelapan dana nasabah oleh Malinda Dee alias Inong Malinda yang merupakan mantan relationship managernya dan bertugas menangani nasabah-nasabah kaya. Kasus lainnya adalah tewasnya Irzen Octa selagi mengurus tunggakan kartu kreditnya, dan diduga akibat perlakuan kasar debt collector yang disewa Citibank dari pihak ketiga.


Studi Kasus: Kejahatan Di Dunia Perbankan
Jakarta – Skandal Melinda Dee dan Bank Mega-Elnusa seharusnya menjadi bahan pelajaran bagi dunia perbankan untuk memperbaiki diri. Salah satunya dengan perbaikan data pelanggaran perbankan yang masih lemah. Selain itu juga diperkuat dengan ‘biro kredit’ yang akan berbagi informasi profil nasabah kepada perbankan.
Hal itu mengemuka dalam diskusi ‘Kejahatan Perbankan’di Graha Niaga, Jl Jenderal Sudirman, Senin (2/5/2011). Hadir sebagai pembicara, pengamat perbankan Jos Luhukay dan pendiri Strategic Indonesia Christovito Wiloto.
“Dunia perbankan tidak berhenti dirongrong oleh tindak kejahatan. Apalagi kalau sudah terjadi kolusi antara frauder atau broker, nasabah dan orang dalam bank. Itu sudah menjadi segitiga yang sulit bagi bank menutup diri (dari serangan kejahatan). (Kalau itu terjadi), Itu sudah susah banget mendeteksi dan mengatasi,” kata Jos Luhukay.
“Tetapi bukan berarti tanpa solusi. Ada mekanisme ‘automatic control audit’ seperti memperbaiki data pelanggaran. Ini sangat teknis namun efektif. Itu seperti seseorang yang biasa naik pesawat kelas ekonomi, tiba-tiba naik first class. Sistem akan curiga dan memastikan, apakah benar Anda yang akan naik atau kartu Anda dipakai oleh orang lain,” imbuh mantan Presdir Lippo Bank tersebut.
Jos menambahkan, dengan memperkuat data pelanggaran yang berbasis komputer, kejahatan dapat diminialisir. Sebab, dengan jumlah transaksi harian mencapai 10 juta transaksi diseluruh perbankan, sulit mendeteksi kalau hanya mengandalkan pola konvensional. “Perharinya sekarang mencapai 10 juta transaksi. Ada satu saja kejahatan, sulit dideteksi kalau hanya mengandalkan model yang sekarang. Dari ribuan bank (di Indonesia) hanya beberapa yang sudah menerapkan. Itu pun belum secara menyeluruh,” imbuhnya. “Jadi kalau biasa melakukan transaksi Rp 20 juta tetapi tiba-tiba transaksi Rp 2 miliar, sistem akan me-lock. Akan mengunci otomatis. Karena diluar kebiasaan,” tandas Jos.
Saat ini, untuk memantau aktivitas transaksi yang disesuaikan dengan profil nasabah dipegang oleh Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK). Juga otoritas pengawas perbankan yakni Bank Indonesia.
Sejumlah kasus korupsi dan kejahatan perbankan menunjukan bank seakan menutup mata dengan membiarkan transaksi di luar profil nasabah. Seperti anak terpidana korupsi Bahasyim Assifie yang masih mahasiswa tetapi dapat memiliki lalu-lintas rekening hingga ratusan miliar rupiah. Juga Gayus Tambunan yang hanya pegawai negeri golongan III A tetapi mempunyai rekening puluhan miliar.
“Itu seharusnya menjadi pelajaran bagi bank supaya tidak terantuk batu yang sama. Negara kecil sepeti Nepal, Bhutan dan Mongolia sudah mempunyai (sistem) itu. Juga biro kredit yang menyediakan informasi lengkap tentang nasabah, informasi yang asimetris,” tandas Jos yang berkali-kali menyesalkan kasus kasus perbankan seperti Melinda Dee dan Elnusa tersebut.

Saran-saran agar kejadian tersebut tidak terulang kembali :
-        Sebaiknya segera dilakukan audit sistem teknologi yang diterapkan seluruh perbankan. Kartu ATM yang ada saat ini masih belum cukup aman dari penggandaan kode rahasia.
-        Untuk mencegah terjadinya kejahatan tersebut, maka solusi yang dapat dilakukan dengan mengimplementasi  security  pada  switch
-          Meningkatkan infrastruktur di dalamnya.
-         Melakukan penyesuaian dan perbaikan terhadap sistem keamanan jaringan yang berstandar nasional dan internasional.
-        Diperlukan serangkaian undang – undang yang mengatur masalah yang berkaitan dengan pemanfaatan Komputer, Teknologi Informasi, Internet, dan Telekomunikas
-        Menciptakan kontrol internal yang bagus dan dipercaya.
-        Memberikan informasi dan penyuluhan kepada para nasabah tentang kbijakan perbankan.
-        Menetapkan peraturan perbankan termasuk ketentuan-ketentuan perbankan yang memuat prinsip-prinsip kehati-hatian.
-        Memberikan dan mencabut izin atas kelembagaan dan kegiatan usaha tertentu dari bank, memberikan izin pembukaan, penutupan dan pemindahan kantor bank, memberikan persetujuan atas kepemilikan dan kepengurusan bank.
-        Melaksanakan pengawasan bank secara langsung dan tidak langsung.
-        Mengenakan sanksi terhadap bank sesuai dengan ketentuan perundang-undangan.
-        ngendalian pengamanan (security control)
-         Bank harus melakukan langkah-langkah yang memadai untuk menguji keaslian (otentikasi) identitas dan otorisasi terhadap nasabah yang melakukan transaksi melalui internet banking.
-        Bank harus menggunakan metode pengujian keaslian transaksi untuk menjamin bahwa transaksi tidak dapat diingkari oleh nasabah (non repudiation) dan menetapkan tanggung jawab dalam transaksi internet banking.



Studi Kasus Audit Bank Swasta
Sumber : anantopriyadi.multiply.com
Sebuah Bank Swasta terkemuka menunjuk tim audit TI Ernst & Young untuk melakukan review atas penerapan sistem Perbankan yang terintegrasi. Pemeriksaan ini mencakup kegiatan, sebagai berikut:
1. Manajemen Proyek
Melakukan review atas manajemen proyek untuk memastikan bahwa semua outcome yang diharapkan tertuang dalam rencana proyek. Pada tahapan ini, auditor TI melakukan review atas project charter, sumber daya yang akan digunakan, alokasi penugasan dan analisa tahapan pekerjaan proyek.

2. Desain Proses dan Pengendalian Kontrol Aplikasi
Review mengenai desain pengendalian dalam modul-modul Perbankan tersebut, yaitu pinjaman dan tabungan. Untuk itu dilakukan review atas desain proses dimana auditor mengevaluasi proses, risiko dan pengendalian mulai dari tahapan input, proses maupun output.

3. Desain Infrastruktur
Review ini mencakup analisa efektivitas dan efisiensi desain infrastruktur pendukung (server, workstation, sistem operasi, database dan komunikasi data).
Hasil follow up dijadikan dasar oleh manajemen untuk memulai implementasi sistem Perbankan yang terintegrasi tersebut.
Berdasarkan nilai tambah yang diberikan melalui rekomendasi pada fase pertama, perusahaan menunjuk kembali auditor untuk melakukan review fase kedua secara paralel pada saat implementasi dilakukan, yaitu review terhadap:
Migrasi data, pada saat “roll-out” ke cabang-cabang, termasuk kapasitas pemrosesan dan penyimpanannya.
Aspek lainnya termasuk persiapan help-desk , contingency dan security .
Kesiapan pemakai dalam menggunakan sistem ini, kualitas pelatihan yang diberikan dan dokumentasi pengguna ( user manual )
Prosedur-prosedur manajemen perubahan ( change management ) dan testing
Auditor selanjutnya diminta memberikan saran mengenai risiko-risiko yang masih tersisa, sebelum manajemen memutuskan sistem barunya dapat “go-live”.


Referensi :
http://cyberlapse.blogspot.com/2012/05/studi-kasus-kejahatan-di-dunia.html
http://cyberlapse.blogspot.com/2012/05/studi-kasus-audit-bank-swasta.html
anantopriyadi.multiply.com

No comments:

Post a Comment